Hari Ahad, seperti biasa, saya
yang Alhamdulillah tidak kosong waktu untuk melakukan hal-hal yang insha Allah
berguna dan bisa produktif, dimana lagi jikalau bukan di kampus. Yah, seperti
biasa, di hari Ahad itu saya habiskan dan manfaatkan waktu untuk melakukan
kegiatan penelitian. Itulah hari yang tepat untuk saya, melakukan banyak hal,
membangun relasi dengan orang-orang visioner, di dalam komunitas tentunya.
Syukurnya di Makassar, tepatnya
di Jurusan Fisika UNM, kampus saya yang ‘tercinta’, dipertemukan oleh mereka
yang kusebut orang-orang luar biasa. Di tengah kesibukan jadwal kuliah, di
waktu luang masih menempatkan waktu luangnya untuk melakukan hal-hal yang kelak
berguna bagi masa depannya. Aamiin Allahumma Aaminn..
Well, kok Judulnya Bulir Rindu
untuk Ibu?
Yah, di Ahad sore, sebutlah saya
dkk bersama teman sekelas di kelas ICP Fisika, mendadak belajar fisika materi
mekanika, mengingat di hari Senin, kita akan final tes untuk mata kuliah yang
satu itu. Di separuh waktu kita belajar, HP saya bordering. “My Ummi Sayang”
was calling me.
Begitu saya terima, percakapan
singkat antara saya dengan Ibu, berlangsung selama kurang lebih 7 menit.
Ibu : Assalamu Alaikum, Nak?
Nurul : Waalaykum salam, Ma.
Ibu : Dimana?
Nurul : Kampus, Ma.
Ibu : Loh, hari Ahad tetap
dikampus, harusnya kan, libur, Nak.
Nurul : Hiihihi.. Begitu memang
ma, kalau mau bede sukses, tidak boleh buang-buang waktu..
(Huaaa.. Sok bijak dong..)
(Huaaa.. Sok bijak dong..)
Disini saya membayangkan raut wajah ibu yang perhatiannya melebihi perhatiannya siapa pun. Sungguh ibu, anakmu ini rindu.
Ibu : Oh iya nak. Jaga sholatnya,
belajar hemat, jangan suka mengeluh. Kalau begitu, kapan pulang ke Bone, nak?
Disini, rasanya air mata mau jatuh. Tapi pada saat itu, lagi sama teman-teman. Kan malu diliatin.. Heheh jadi nangisnya dalam hati saja (memang ada…. Plaaaaaak). Saya membayangkan wajah ibu saya yang sumringah, melihat saya pulang ke rumah. Saya membayangkan ibu saya, yang senang, yang jika saya mengabarkan akan pulang ke rumah, beliau menyiapkan masakan kesukaan saya. Sungguh, Ibu, bulir rinduku untukmu tidak tertahankan. Pertanyaan ‘kapan bisa pulang, Nak’, adalah pertanyaan yang menjadi budaya, acapkali jika beliau menelpon. Maaf ibu, untuk janji-janji saya untuk bisa pulang segera, meski sesaat, belum bisa kulunasi.
Nurul : (sebelum menjawab,
berpikir-pikir dulu, sambil liat kalender) Insya Allah, minggu depan, eh, kalau
tidak bisa minggu depannya lagi, Ma, kalau tidak bisa,yah minggu depannya
minggu depan, hehehhe. Semoga bisa di bulan-bulan depanlah, ma.
Ibu : iye, nak. Kabari saja
terus, nah, Jadi ndak jadi lagi di bulan ini, di?
Disini, saya membayangkan ibu yang mungkin agak kecewa, lantaran telah menungguku. Sekali lagi, ibu, saya rindu, tapi, yaa.. bulir rindu untuk ibu.
Nurul : Sepertinya begitumi mama,
doata saja selalu, sekarang masa-masa final, ma. Doakan nah ma.
***
Senangnya karena bisa berbincang
dengan ibu di sore hari via phone. Ditengah kesibukan seperti ini, Ibu, justru
wajah manismu yang selalu terngiang, dan menari-nari dihatiku.
Ya Allahu Rabbi, jagalah
ibu-bapakku, biarkan kerinduan mereka saya balas dengan melakukan yang terbaik
untuk mereka disini.
Sungguh anak mana yang ingin
mengecewakan orangtuanya. Bulir rindu untu ibu, biarlah kusimpan dihati.
betapa ibu, hasrat untuk segera menemuimu, bercerita segala hal, memasak bersama, adalah beberapa hal yang bertahta di atas kerinduanku.
Jadilah yang baik untuk ibu Anda (Bukhari, Muslim).
Allahumagfirliyy, waliwalidayya, warhamhumaa, kamaa robbayani shogiraa.
Love you, Ibu.
https://www.facebook.com/meirasart/photos |