Minggu, 03 November 2013

Posted by Unknown | File under :


Tulisan ini, bisa jadi merupakan catatan reflektif atas peringatan 17 Agustus-an, Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, dan lain-lain. Actually, semoga pesan tersampaikan dan bisa menyuntikkan semangat untuk para kawula muda yang sedang bersatu membangun negeri ini. 

Memasuki perkembangan teknologi di era millennium ini, mau tidak mau juga mendorong kita untuk menumbuhkan semangat inovasi  dan terus berbenah melakukan perubahan demi kemajuan bangsa kita sendiri, Indonesia. Runtutan problematika mulai masalah pendidikan, teknologi, kesehatan, dan lingkungan makin marak terdengar dan seakan tiada habisnya. Ditambah lagi dengan opini masyarakat, bahwa mahasiswa kita hari ini dikenal sebagai mahasiswa anarkis. Masihkah kepercayaan sebagai Agent of Change terbangun kembali di mata masyarakat dan negeri ini? 

Sepertinya kita perlu banyak belajar dari Prof, Richard Feynman,Bapak Nanoteknologi Dunia, seorang Professor di California Institute of Technology, dengan keyakinannya menyatakan bahwa kemungkinan besar untuk memanfaatkan segala peralatan elektronik, yang ukurannya diperkecil? Bagaimana mungkin? menurutnya, ada ‘ruang’ yang besar yang bisa dimanfaatkan dan dihemat apabila ditemui metode yang tepat untuk melihat, menganalisa dan merekayasa setiap. Metode itulah yang kita kenal hari ini sebagai nanoteknologi. Sehingga barulah pada abad 20-an ini, masyarakat dunia semakin sadar akan pemanfaatan nanoteknologi hingga tahun sekarang perkembangannya semakin lama semakin pesat.

Kehebatan teknologi adalah karena diyakini mampu memberikan nilai tambah dari sebuah benda. Benda sesederhana apapun, jika dikembangkan dengan menggunakan teknologi itu bisa menjadi nilai guna dari bahan/ benda tersebut. Begitu pentingnya penguasaan teknologi untuk menghadapi era penuh tantangan ini, bukan? Lantas, jika masyarakat kita mengenal mahasiswa sebagai “musuh” bukan sebagai bagian dari masyarakat, bisa kita bayangkan betapa amburadulnya Negara ini tanpa ada semangat persatuan untuk membangun negeri sendiri.  

Menurut laporan yang dibuat McKinsey, menyatakan bahwa 45 juta penduduk kita adalah consumer product import. Artinya bahwa Indonesia membiayai kebutuhan negeri pengekspor paling besar juga. Masyarakat kita masyarakat konsumtif, namun tak mampu mengelola sumber daya yang melimpah ruah ditanah sendiri. Tak bisa dipungkiri hal itu adanya. Bangsa kita punya potensi, setara bahkan mampu melebihi Negara-negara maju lainnya. Hanya saja, kita hanya menderita “sakit” yakni, penyakit ketidakpercayaan dengan hasil karya sendiri. Kebanyakan kita, gagal memulai kesuksesan. Akibatnya, kita terbuai oleh budaya hedonism yang banyak memakan waktu kita untuk bersantai daripada mengisi waktu produktif yang kita miliki. 

Inilah saatnya, kita membangun culture of riset, dimulai dari komunitas-komunitas kecil di lingkup kampus, hingga pada akhirnya, kita bisa menyuntikkan semangat kepada teman-teman mahasiswa yang lainnya. Dengan membangun dan mengumpulkan jutaan “atom” mahasiswa dari seluruh penjuru Indonesia dan memiliki keinginan untuk melakukan yang terbaik untuk Negara, saya yakin bangsa ini akan jauh dari ketertinggalan zaman.
Menurut Muhammad Azis, dari hasil para analisis menyatakan bahwa ledakan nanoteknologi akan terjadi di era tahun 2020-2030-an, di mana kita yang saat ini masih menikmati bangku kuliah akan menjadi pemimpin-pemimpin perusahaan, menjadi eksekutif-eksekutif handal, dan juga telah menjadi orang senior di berbagai lembaga pemerintahan pada masa – masa tersebut. Peluang kita besar untuk menguasai nanoteknologi. Tidak ada kata untuk terlambat. Kita hanya butuh modal kerja keras, berani keluar dari zona nyaman, no meteorik, sabar dan punya deteminasi yang kuat. 

Sebagai penutup, saya mengutip Quotes dari fisikawan terkenal, Dr. Michio Kaku (co-founder of string field theory (a branch of string theory), and continues Einstein’s search to unite the four fundamental forces of nature into one unified theory) sebagai berikut : 

Beyond work and love, I would add two other ingredients that give meaning to life. First, we should accept ourselves as we are and try to fulfill whatever dreams are within our capability. And Second, we should try to leave the world a better place than when we entered it. As individuals, we can make a difference! 

Betul kata Michio, bahwa untuk memberi makna untuk kehidupan kita harus menerima diri kita apa-adanya dan mencoba untuk memenuhi impian apapun yang sesuai dengan kemampuan kita. Dan kedua kita harus mencoba untuk (selalu) membuat tempat yang (akan) kita tinggalkan sebagai tempat yang lebih baik daripada sewaktu kita masuki. 

 Seharusnya kita bisa membuat diri kita berbeda dengan yang lain! Tentunya dalam hal yang positif. 
Semangat Anak Mudaaaaaaaaaaaaaaa!

3 komentar:

  1. ya.... harus ada faktor pembeda
    karena itulah kita mempunyai kemampuan yang berbeda pula
    cuma banyak yang tidak sadar dengan kemampuan itu karena selalu melihat keampuan orang lain. Nice.....

    BalasHapus
  2. semangat dinda..... semoga kamu menjadi anak bangsa yang senantiasa selalu membanggakan Tanah Air...Nurulll saya bangga mengenalmu dinda...

    BalasHapus