Tulisan ini, bisa jadi merupakan
catatan reflektif atas peringatan 17 Agustus-an, Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober,
dan lain-lain. Actually, semoga pesan tersampaikan dan bisa menyuntikkan
semangat untuk para kawula muda yang sedang bersatu membangun negeri ini.
Memasuki perkembangan teknologi
di era millennium ini, mau tidak mau juga mendorong kita untuk menumbuhkan
semangat inovasi dan terus berbenah melakukan
perubahan demi kemajuan bangsa kita sendiri, Indonesia. Runtutan problematika
mulai masalah pendidikan, teknologi, kesehatan, dan lingkungan makin marak
terdengar dan seakan tiada habisnya. Ditambah lagi dengan opini masyarakat, bahwa
mahasiswa kita hari ini dikenal sebagai mahasiswa anarkis. Masihkah kepercayaan
sebagai Agent of Change terbangun
kembali di mata masyarakat dan negeri ini?
Sepertinya kita perlu banyak
belajar dari Prof, Richard Feynman,Bapak Nanoteknologi Dunia, seorang Professor
di California Institute of Technology,
dengan keyakinannya menyatakan bahwa kemungkinan besar untuk memanfaatkan
segala peralatan elektronik, yang ukurannya diperkecil? Bagaimana mungkin? menurutnya,
ada ‘ruang’ yang besar yang bisa dimanfaatkan dan dihemat apabila ditemui
metode yang tepat untuk melihat, menganalisa dan merekayasa setiap. Metode
itulah yang kita kenal hari ini sebagai nanoteknologi. Sehingga barulah pada
abad 20-an ini, masyarakat dunia semakin sadar akan pemanfaatan nanoteknologi hingga
tahun sekarang perkembangannya semakin lama semakin pesat.
Kehebatan teknologi adalah karena
diyakini mampu memberikan nilai tambah dari sebuah benda. Benda sesederhana
apapun, jika dikembangkan dengan menggunakan teknologi itu bisa menjadi nilai
guna dari bahan/ benda tersebut. Begitu pentingnya penguasaan teknologi untuk
menghadapi era penuh tantangan ini, bukan? Lantas, jika masyarakat kita
mengenal mahasiswa sebagai “musuh” bukan sebagai bagian dari masyarakat, bisa
kita bayangkan betapa amburadulnya Negara ini tanpa ada semangat persatuan untuk
membangun negeri sendiri.
Menurut laporan yang dibuat
McKinsey, menyatakan bahwa 45 juta penduduk kita adalah consumer product
import. Artinya bahwa Indonesia membiayai kebutuhan negeri pengekspor paling
besar juga. Masyarakat kita masyarakat konsumtif, namun tak mampu mengelola
sumber daya yang melimpah ruah ditanah sendiri. Tak bisa dipungkiri hal itu
adanya. Bangsa kita punya potensi, setara bahkan mampu melebihi Negara-negara maju
lainnya. Hanya saja, kita hanya menderita “sakit” yakni, penyakit
ketidakpercayaan dengan hasil karya sendiri. Kebanyakan kita, gagal memulai kesuksesan.
Akibatnya, kita terbuai oleh budaya hedonism yang banyak memakan waktu kita
untuk bersantai daripada mengisi waktu produktif yang kita miliki.
Inilah saatnya, kita membangun culture of riset, dimulai dari
komunitas-komunitas kecil di lingkup kampus, hingga pada akhirnya, kita bisa
menyuntikkan semangat kepada teman-teman mahasiswa yang lainnya. Dengan membangun
dan mengumpulkan jutaan “atom” mahasiswa dari seluruh penjuru Indonesia dan
memiliki keinginan untuk melakukan yang terbaik untuk Negara, saya yakin bangsa
ini akan jauh dari ketertinggalan zaman.
Menurut Muhammad Azis, dari hasil
para analisis menyatakan bahwa ledakan nanoteknologi akan terjadi di era tahun
2020-2030-an, di mana kita yang saat ini masih menikmati bangku kuliah akan
menjadi pemimpin-pemimpin perusahaan, menjadi eksekutif-eksekutif handal, dan
juga telah menjadi orang senior di berbagai lembaga pemerintahan pada masa –
masa tersebut. Peluang kita besar untuk menguasai nanoteknologi. Tidak ada kata
untuk terlambat. Kita hanya butuh modal kerja keras, berani keluar dari zona
nyaman, no meteorik, sabar dan punya deteminasi yang kuat.
Sebagai penutup, saya mengutip
Quotes dari fisikawan terkenal, Dr. Michio Kaku (co-founder of string field
theory (a branch of string theory), and continues Einstein’s search to unite
the four fundamental forces of nature into one unified theory) sebagai berikut :
Beyond work and love, I would add two other ingredients that give
meaning to life. First, we should accept ourselves as we are and try to fulfill
whatever dreams are within our capability. And Second, we should try to leave
the world a better place than when we entered it. As individuals, we can make a
difference!
Betul kata Michio, bahwa untuk memberi makna untuk kehidupan kita harus
menerima diri kita apa-adanya dan mencoba untuk memenuhi impian apapun yang
sesuai dengan kemampuan kita. Dan kedua kita
harus mencoba untuk (selalu) membuat tempat yang (akan) kita tinggalkan
sebagai tempat yang lebih baik daripada sewaktu kita masuki.
Seharusnya kita bisa membuat diri kita berbeda dengan yang lain! Tentunya dalam hal yang positif.
Seharusnya kita bisa membuat diri kita berbeda dengan yang lain! Tentunya dalam hal yang positif.
Semangat Anak Mudaaaaaaaaaaaaaaa!
ya.... harus ada faktor pembeda
BalasHapuskarena itulah kita mempunyai kemampuan yang berbeda pula
cuma banyak yang tidak sadar dengan kemampuan itu karena selalu melihat keampuan orang lain. Nice.....
Semangat anak muda!!!
BalasHapussemangat dinda..... semoga kamu menjadi anak bangsa yang senantiasa selalu membanggakan Tanah Air...Nurulll saya bangga mengenalmu dinda...
BalasHapus