Bismillah ..
Semoga coretan sederhana, ampuh
untuk menginspirasi kalian. Semoga coretan hati ini, mampu membuat hati kita
semua tersentuh oleh untaian kata-kata sederhana ini. Sebab hidup, adalah
nikmat-Nya. Sebab hidup, adalah pelajaran. Subhanallah.
The First Day On June! Aku, yang baru seumuran jagung, hidup
didalam sebuah lembaga kemahasiswaan telah menyita waktuku banyak-banyak untuk
berkesempatan mendapat pendidikan eksternal di luar jam perkuliahan. Hari
kemarin saja, misalnya aku dan rekan-rekan lain bersibuk-sibuk ria melaksanakan
sebuah kepanitiaan pleno kepengurusan lembaga. Pengalaman baru, menjadi sebuah
panitia di lembaga tersebut adalah hal pertama selama aku resmi menjadi bagian
dari struktural lembaga.
Menjadi panitia, menjadikanku
harus bersiap-siap dengan beberapa resiko yang akan terjadi nantinya. Menjadi
panitia, menjadikanku harus professional untuk mesti mengerjakan semua secara
baik. Sempurna, memang jauh dikata. Namun, semuanya selalu diusahakan dengan
baik agar apa yang kita ingin capai bisa terlaksana dengan baik. Seperti halnya
dengan apa yang terjadi denganku hari ini. Hari ini, adalah hari kedua kegiatan
pleno lembaga. Tugas yang kuemban untuk menjadi panitia dalam seksi acara harus
kutinggalkan sementara. Menjadi mahasiswa ala lembaga, harus pintar-pintar
memainkan waktunya. Begitu pula yang kuharapkan dari diriku saat ini. Untuk
sementara waktu, tugas yang kuemban, kutinggalkan sejenak. Dengan alasan, aku
harus mengikuti ujian final praktikum Kimia Dasar. Ini tak menjadi masalah,
karena kesadaran dan teman-teman yang sangat mengerti dengan apa yang kuhadapi
kini.
Takalar-Makassar. Dengan
mengendarai motorku, aku melaju menuju Makassar. Kurang lebih perjalananku,
hanya memakan waktu selama 40 menit. Aku tiba dan menuju ruangan ujian. Dan,
aku telah mengikuti ujian final tersebut. Hanya inilah, tujuan utamaku. Untuk
harus meninggalkan tugas seentara waktu sebagai panitia kegiatan lembaga di
Takalar.
Namun, sejenak. Kutarik buku
merahku. Kira-kira, ukurannya hanya sekitaran 8 X 15 cm, agak tebal, dan kerap
kali menemaniku, menuliskan beberapa kegiatan
yang telah kurancang tiap hari. Aku tertuju kepada dua kegiatan yang
rutin kulakukan tiap Sabtu Sore. Baru kuperhatikan betul, ternyata! Tiap Sabtu,
aku memiliki dua agenda kegiatan rutin. Kegiatan ini, sebenarnya sederhana.
Namun berkesan menarik dan agak rumit. Menjadi seorang pengajar. Yah. Inilah
rutinitasku.
Tiap Sabtu Sore: Mengajar Sekolah
KAMI dan Harvard School. Dua sekolah dengan karakteristik yang sangat berbeda.
Dua sekolah dengan kepribadian yang berbeda. Baik dari fasilitas, siswa, dan
pengajarnya sendiri. Sekolah Rakyat KAMI, aku memiliki siswa-siswa yang
semangat belajarnya sangat tinggi, yang jika volunteer dating hanya dengan
membawakan mereka pensil warna, mereka pasti sudah senang tingkat dewa. Sekolah
KAMI ini, diisi oleh mereka, komunitas pemulung. Aku seringkali malu. Aku
seringkali minder. Aku saja yang telah diberikan nikmat untuk bisa merasakan
jenjang pendidikan yang terstruktrur, masih saja sering mengeluh dengan apa
yang biasa kudapatkan. Mereka yang kusebut sebagai guru terbaik dalam hidupku. Namun rutinitasku untuk hari ini, tidak bisa
kulakukan. Dengan alasan, aku harus bersiap-siap lagi balik ke Takalar untuk
menunaikan kewajibanku sebagai panitia. Muncul rasa bersalah dalam benakku.
Minggu kemarin, aku masih terbayang dengan wajah ceria, siswa-siswaku,seraya
berkata ,”Kak, besok, sering-seringKi’ datang kesini’ nah kak,.(Artinya, kak
sering-sering yah mampir kesini) Maafkan aku, adik-adik. Aku selalu merindukan
kalian. Hanya saja, mungkin untuk hari ini, kita masih belum diberi kesempatan
untuk bertemu lagi.
Lain halnya dengan Harvard
School. Ini adalah salah satu tempatku untuk berbagi ilmu bersama adik-adik
centil, manis, gagah, cantik, cakep, dan lain sebagainya. Di tempat ini pula,
kukembangkan kemampuanku untuk menjadi tentor yang sebaik-baiknya. Aku
menagajar siswa SD untuk pelajaran IPA disini. Aku sudah punya banyak siswa
juga, lho.
Menjadi
pengajar dan mengajar adalah salah satu kewajibanlist yang telah kuprioritaskan pula dalam hidupku. Karena mengajar,
aku bisa belajar banyak. Karena mengajar, aku seperti hidup dalam bingkai
persaudaraan dan solidaritas. Dan karena mengajar, aku bisa mengenal bagaimana
belajar yang baik, memberi dan berbagi bersama.
Sabtu, 31 Mei 2013 @Harvard School. Aku duduk, sembari menunggu siswa SD-ku. Tak lama kemudian, seorang siswa sebutlah adik F datang. Adik F, adalah salah seorang dari siswa kelas V SD yang senang sekali menggambar. Menggambar telah menjdi habitsnya. Jadi, tak salah ketika aku mengajar di kelasnya, tangannya pasti menggambar sesuatu, menggambar apa yang menjadi inspirasinya.
Kuucapkan selamat datang ke Adik
F. Dia tersenyum, meletakkan tasnya, dan mendekat kepadaku. Aku yang dari tadi
hanya memainkan laptop, kemudian menanyakan bagaimana kabarnya, sekolahnya, dan
lain sebagainya. Sebuah perbincangan hangat terjadi antara aku dan adik F. Aku
larut dalam perbincangan mengenai curhatan Adik F. Di tengah perbincangan, aku
terkejut ketika Adik F ini menanyakan perihal keluargaku. Namun, setelah
kucermati Adik F ini lebih dominan menanyakan tentang bagaimana sosok Ayah dan
Ibu menurutku.
Aku menjawab dan bertutur
mengenai sosok Ayahku. Aku bertutur dengan bangga ketika menceritakan sosok
beliau kepada Adik F. Betapa senangnya. Ini adalah hal pertama yang pernah
kurasakan, ketika ada seorang siswa yang memintaku untuk bercerita banyak
tentang orangtuaku.
Ayahku adalah sosok yang tegas,
penyayang, dan pekerja keras. Sedangkan ibuku adalah seorang wanita yang sangat
peduli dengan anak-anaknya. Mereka semua adalah sosok inspirasi dalam hidupku.
Kurang lebih, begitulah aku menceritakan tentang beliau ke Adik F.
Adik F dengan muka polos, penuh
tanda Tanya dikepalanya, menyimak baik-baik satu persatu jawaban yang
kulontarkan. Setelah aku menjawab dan bertutur, aku menanyakan balik, tentang
pertanyaan yang dia lontarkan kepadaku. Namun, ada yang aneh secara tiba-tiba
dari Adik F. Dia pun berkata kepadaku,
Adik F : “Enak, yah Kak. Punya Ayah dan Ibu. Kita bisa tinggal sama-sama.
Makan bareng.
Diperhatikan..,”
Aku : “ Iyah, dik. Semua
orang tua, siapapun pasti penyayang. Pasti selalu peduli dengan
anak-anaknya. Begitu juga kan, dengan
adik F., kan.
Adik F : “ Kak, aku sudah
tidak punya ayah. Ibuku, kerjanya sibuk. Hanya tinggal sama nenek dan adikku.
Adik F kembali larut ketika
menceritakan tentang orangtuanya kepadaku. Aku terkesima dan merasa bersalah.
Ternyata adikku ini. Aku sejenak baru sadar, mengapa dari tadi memintaku untuk
bercerita tentang orangtuaku. Harus apa aku ini? Tiba-tiba Adik F terdiam. Matanya
berkaca-kaca sembari memainkan laptopku. Aku harus mencari cara untuk membuat
Adik F tertarik lagi untuk bercerita. Aku mengeja apa yang baru saja dikatakan
Adik F. Luar biasa menurutku. Ayahnya telah meninggal hampir 5 bulan yang lalu,
sedangkan ibunya adalah seorang direktur di sebuah perusahaan. Kini, ia lebih
banyak menghabiskan waktu di rumah bersama dengan neneknya. Ketika memainkan
laptop, dia menemukan folder dengan nama “mewarnai bersama KAMI”. Menemukan
file fotoku ketika mewarnai bersama dengan siswaku di Sekolah KAMI.
Aku pun bercerita lagi, ketika
dia menanyakan siapa-siapa saja yang ada di foto itu. Dia pun juga berujar,
tatkala kuceritakan tentang diriku di sekolah KAMI.
“
Aku punya banyak adik-adik. Mereka semua berasal dari latar belakang keluarga
yang macam-macam, Adik F. Ada yang orangtuanya seorang supir pete-pete, buruh, dan rata-rata
pemulung. Adik-adikku ini luar biasa loh, dik. Di umurnya yang lebih muda dari
kamu, udah bisa cari kerja. Tau tidak, selain kerja, mereka itu jago
belajarnya, semangatnya untuk belajar tinggi, meskipun sekolahnya tidak seperti
sekolahnya Adik F. Hehehe… Ujarku seraya memeberikan motivasi kembli ke Adik F.
“ Loohh? Kok cari kerja kak?
Memangnya gaji orang tuanya tidak cukup ya??,” tanya Adik F
“ Cukup kok, dik. Tapi, karena
mereka terlalu semangat, makanya dia sekolah sambi kerja., “ Hebat, kan?
Tapi, adik F, lebih hebat juga kok. Pokoknya Adik F harus jadi anak kebanggaan Almarhum Bapaknya dan Ibunya. Harus belajar banyak. Harus belajar keras. Adik F kan mau jadi arsitektur.
Tapi, adik F, lebih hebat juga kok. Pokoknya Adik F harus jadi anak kebanggaan Almarhum Bapaknya dan Ibunya. Harus belajar banyak. Harus belajar keras. Adik F kan mau jadi arsitektur.
Bersyukurlah, Adik F! Itu
kalimat terakhirku sebelum bel kelas pertanda masuk.
Akhirnya,
perbincangan sore itu, memberikanku banyak pelajaran. Banyak hikmah yang bisa
kupetik. Disisi lain kehidupan, masih banyak yang tidak beruntung dibanding
kita. Aku tetap merasa bersalah, tatkala kuceritakan banyak tentang orangtua
dihadapan adik kecilku, Adik F. Yang mungkin dengan kuceriterakannya menyimpan
rasa jealous pada dirinya. Aku paham,
ketika bulir-bulir air matanya memperlihatkanku tentang kesedihan hatinya. Aku paham,
dan tentu saja aku mencoba merasakan apa yang dirasakan adik kecil itu. Namun,
aku sengaja menceritakan perihal sekolah KAMI kepada anak yang masih belum terlalu
paham banyak tentang ini. Semoga arti dan pelajaran syukur, telah dia terima.
Bgitu pula diriku. Semoga ini menjadi pengingatku, dikala diriku dilanda
problematika.
Triiitttttttttt
(Bunyi bel pertanda masuk kelas)
Adik
F menatapku sejenak. Aku tahu, raut mukanya menyipan banyak sekali pertanyaan
kepadaku. Aku sudah paham dengan karakternya. Aku jadi semangat lagi. Siswaku yang
selalu banyak tanya ketika aku menjelaskan pelajaran IPA di kelasnya. Siswaku yang
sangat suka sekali menggambar, dan siswaku yang telah mengetahui arti tegar
dalam hidupnya, Dialah Adik F.
#1
wah, engkawet kisahmu hebat.. sekarang aku yang iri sama kamu... kamu sudah bisa berbagi lebih kepada banyak anak anak diluar sana, kamu sudah merasakan menjadi guru sebelum menjadi guru.... mau kamu berbagi juga denganku, ajak aku bertemu dengan mereka.. ikut mengajar anak anak kecil itu....
BalasHapusiuhhhh.... Gag ad yang hebatt syg. Kapan-kapan aku ajak yaaaaaa.. :D
BalasHapusNnti kusampaikan salammu, dan kuperkenalkan dirimu ke adik-adikku. ^^